Kamis, 16 Januari 2014

KEDUDUKAN DUA WANITA DALAM DUA KARYA NOVEL YANG SEBAGAI OBJEK UTAMA DAN MENJADI BANYAK PANDANGAN DALAM BERBAGAI SEGI SOSIAL, POLITIK DAN BUDAYA





1.      PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Kedudukan wanita yang menjadi objek dalam dua karangan novel yang di ciptakan oleh Ahmad Tohari dan Oka Rusmini. Menguak sisi adat istiadat dan kepercayaan wilayah masing masing tokoh dalam dua karya novel tersebut. Novel mengambil cerita tentang seorang ronggeng dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam masyarakat. Perjuangan seorang perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya. Penciptaan karya sastra menimbulkan adanya persepsi kurang baik dan sebuah pandangan tersendiri terhadap wanita, wanita tidak memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dan   wanita juga tidak berdaya intelektual tinggi, selain itu juga dapat menimbulkan pandangan lain tentang wanita, yaitu selalu dianggap lemah, tidak kreatif, berperan domestik, dan selalu berada pada kekuasaan laki-laki.
Disini penulis akan menguak lebih dalam tentang perbandingan dua novel terkenal, “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari dan “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.Pada novel “Ronggeng Dukuh Paruk”, pengarang menceritakan keadaan sosial-politik pada masa sekitar 1965. Dimana banyak sekali korban sosial dan kemanusiaan seperti tokoh Srintil sebagai masyarakat kecil yang menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa yang berawal dari adat tanah tinggalnya sendiri. Lalu novel kedua adalah “Tarian Bumi” oleh Oka Rusmini, yang menceritakan percintaan terlarang antara Telaga dan lelaki yang dicintainya yang terbatas oleh sebuah kasta yang sangat dipegang teguh oleh masyarakat Bali. Telaga dari kasta brahmana namun suaminya, Wayan dari kasta sudra.









1.2   RUMUSAN MASALAH
1.2.1          Bagaimana kedudukan dan peranan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari?
1.2.2          Bagaimana kedudukan dan peranan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini?
1.3   TUJUAN
1.3.1          Mendiskripsikan peranan dan kedudukan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari.
1.3.2          Mendiskripsikan peranan dan kedudukan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.

2.     PEMBAHASAN

2.1      Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari

·         Sinopsis
Novel yang menggambarkan keterpurukan rakyat kecil dari berbagai unsur sosial, politik dan budaya yang dilengkapi dengan konflik kejiwaan para tokoh yang beragam. Dari semua unsur tersebut diramu melalui cerita hilangnya sebuah tradisi ronggeng, kemiskinan desa, serta romantika percintaan yang menyatu dalam cerita.
Cerita ini berawal dari suatu desa terpencil, Dukuh Paruk yang kering kerontang telah menampakan kehidupannya kembali ketika Srintil menjadi ronggeng. Penduduk Dukuh Paruk yang merupakan keturunan Ki Secamenggala yang dianggap moyang mereka menganggap bahwa kehadiran Srintil akan mengembalikan citra pedukuhan yang sebenarnya. Srintil adalah anak dukuh paruk yang yatim-piatu akibat bencana tempe bongkrek. Tak terkecuali juga kedua pembuat tempe itu, yaitu kedua orang tua Srintil. Setelah malapetaka itu terjadi, Srintil yang saat masih bayi kemudian dipelihara oleh kakek neneknya, Sakarya suami istri, sampai pada akhirnya mereka menyadari ternyata Srintil memiliki indang ronggeng sehinnga kakek Srintil menyerahkannya kepada dukun ronggeng yang bernama Kartareja. Srintil menggantikan ronggeng sebelumnya atas restu arwah Ki Secamenggala dengan melewati berbagai prosesi untuk menjadi ronggeng yang sesungguhnya. Dukuh Paruk yang semula tampak mati itu pun kembali hidup sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru  menggantikan ronggeng yang meninggal dua belas tahun yang lalu. Sekejap Srintil telah menjadi primadona yang menyelamatkan Dukuh Paruk dari kehilangan jati dirinya.
Banyak sekali yang bahagia atas kehadiran ronggeng Srintil. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh Rasus yang sangat benci dan kecewa menerima kenyataan bahwa Srintil benar-benar menjelma menjadi seorang ronggeng. Sebab, Srintil adalah perempuan yang sangat dicintainya dan sebagai tempatnya untuk menggambarkan sosok emak yang tidak diketahuinya. Setelah Srintil benar-benar menjadi seorang ronggeng, Rasus kehilangan sosok emaknya dan berfikir bahwa Srintil bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik semua orang. Ia pun kemudian meninggalkan dukuh paruk dan bertempat tinggal di desa Dawuan, tempat yang dijadikan sebagai pengasingan diri dari adat dukuh paruk. Di desa tersebut, membuat pandangan Rasus banyak berubah. Setelah itu, Rasus bertemu dengan kelompok tentara sehingga membuat Rasus tergabung menjadi serdadu.
Pengenalan atas dunia perempuan yang dialami di Dawuan pun banyak membuat pandangan terhadap Srintil sebagai tokoh bayang-bayang ibunya bergeser jauh, bahkan berhasil disingkirkannya. Oleh karena itu, ketika Rasus ditawari oleh Srintil untuk menjadi suaminya ia menolak. Rasus yakin bahwa ia mampu hidup tanpa kehadiran bayangan Emak, bayangan yang selama ini membuatnya resah.
Atmosfer politik menjelang tahun 1965 mengubah sendi-sendi kehidupan Dukuh Paruk. Pedukuhan yang selama ini hanya mengenal suara calung dan tembang ronggeng itu mulai disusupi paham-paham dan lambang-lambang partai. Awalnya karena rombongan ronggeng pedukuhan itu sering diundang naik pentas di tengah rapat umum dan kampanye politik oleh kelompok partai komunis. Namun sesungguhnya Srintil yang tidak tahu apa tujuan dari semua itu telah dijadikan umpan penarik massa dalam rapat-rapat propaganda. Peristiwa G30S PKI meletus dan keadaan berbalik, PKI gagal merebut kekuasaan. Orang Dukuh Paruk pun dituding sebagai antek komunis karena seringnya mereka meramaikan kampanye politik partai itu. Dukuh Paruk kemudian hancur bersama kobaran api, pedukuhan itu menjadi tumbal kemarahan terhadap PKI.
Dalam lintasan hidupnya secara tidak dimengerti oleh Srintil, ia terlibat dalam kekalutan politik 1965. Srintil yang sedang naik daun, harus meringkuk di dalam penjara sebagai tahanan politik karena dianggap sebagai pendukung PKI melalui berbagai pementasan ronggengnya.
Setelah dibebaskan dari penjara, Pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Srintil berniat memperbaiki citra dirinya, meninggalkan dunia ronggeng, dan menata hidup sebagai perempuan yang tidak mau dimiliki oleh semua orang, ia ingin menjadi istri dari seorang lelaki dengan mengharapkan kehadiran Rasus. Letih menunggu Rasus, ternyata Bajus muncul dalam hidupnya dan sepercik harapan pun timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Srintil berharap Bajus menikahinya. Akan tetapi, harapan itu hancur ketika Bajus yang terkesan akan menikahinya itu ternyata tetap menganggapnya sebagai ronggeng yang boleh dimiliki oleh semua lelaki. Hancur leburlah hati Srintil tak kuat menahan penderitaan batinnya sampai ke titik nadir, Srintil kemudian menjadi gila yang pada akhirnya menyisakan luka di hati Rasus.

·         Peranan tokoh Srintil dalam tradisi ronggeng.
Ronggeng adalah tradisi pada sebuah desa, Dukuh Paruk yang memiliki makna sosial dan spiritual. Sosial karena berurusan dengan kehidupan sosial masyarakat pada saat itu beserta segala tradisinya, dan sakral karena berkiblat oleh kesakralan makam Ki Secamenggala. Disitu menyuarakan peranan Srintil sebagai ronggeng sebuah desa milik bersama yang sangat berharga, Srintil sangat menyadari hal itu bahwa ia adalah seorang ronggeng yang harus selalu tampil sempurna dan dapat memikat setiap jiwa lelaki. Begitu berharganya kehadiran seorang ronggeng, sampai-sampai para istri tidak pernah merasa cemburu bila suaminya menjamah Srintil, bahkan mereka menjual apa saja guna bisa bersama Srintil meski hanya satu malam. Jiwa keronggengan yang didapat Srintil adalah gratis, ia tidak belajar dari siapaun. Dari kecil ia memang suka manari dan sangat lihai melakukanya, dari sinilah Srintil dianggap mendapat indang dari Ki Secamenggala. Tekat Srintil untuk menjadi ronggeng sudah bulat, ia menjalani segala tata upacara dan persyaratan yang harus dilaluinya dengan seksama, meskipun itu susah ia tetap menjalani ketiga persyaratan itu dengan sepenuh hati sebelum resmi menjadi seorang ronggeng. Pertama Srintil harus mementaskan sebuah ronggeng di hadapan masyarakat Dukuh Paruk. Masyarakat menyambut antusias akan kabar ini setelah bertahun-tahun adat ronggeng seperti menghilang ditelan bumi di desa mereka. Nyai Kertareja yang bertaggungjawab akan Srintil malam itu, ia mendandani dan membacakan mantera pada ubun-ubun Srintil. Yang kedua, Srintil harus dimandikan di makam Ki Secamenggala, makam yang dikeramatkan oleh masyarakat Dukuh Paruk. Yang ketiga adalah bukak klambu, calon ronggeng harus menjalani upacara bukak klambu. Semacam sayembara bagi setiap lelaki yang bisa membayar paling mahal maka ia akan mendapatkan keperawanan Srintil. Mulai dai sinilah timbul kebimbangan di hati Srintil karena ia terlanjur jatuh cinta pada rasus. Ia tau, ini adalah hal yang berat baginya dan juga wanita-wanita lain. Namun hukum adat tetap harus dilaksanakan. Tidak disangka, Srintil mengingkari persyaratan ketiga ini, ia pergi kerumah Rasus dan meminta Rasus untuk menggaulinya tanpa syarat apapun. Srintil lebih rela bila keperawananya jatuh pada orang yang ia cintai, menurutnya itu lebih tepat. Sejak kejadian itu, Rasus pergi dari desanya karena ia merasa tidak mematuhi lagi hukum adat. Pandangan Srintil mengenai ronggeng Dukuh Paruk, dimana ia mencintai seorang lelaki dan ingin hidup denganya tidak tewujud. Ronggeng tidak boleh terikat pada seorang lelaki, ia tidak boleh menikah, juga tidak boleh hamil. Dan dia pun kini benar-benar seorang ronggeng, bermartabat, berkedudukan, dan kaya raya. Tidak lama kejayaan itu bagi Srintil, ia mulai jenuh dengan kehidupan ronggeng yang dijalaninya. Ia tetap masih mencintai Rasus, ia membutuhkan Rasus, bahkan ia selalu mencari Rasus hingga kehilangan separuh selera hidupnya. Pada hiruk-pikuk kehidupan Srintil yang terombang-ambing inilah mul tokoh Goder, seorang bayi yang tidak tau apa-apa, yang lemah namun memberikan kekuatan luar biasa pada Srintil untuk merubah jalan hidupnya lagi. goder adalah sosok nyata yang tidak bisa didapatkan Srintil secara nyata. Tradisi ronggeng semakin dibalikan oleh Srintil, hilam, tenggelam, dan tiada. Kini ia bukanlah seorang ronggeng Dukuh Paruk yang selalu diagung-agungkan lagi. Ia mulai menjalani kehidupan barunya bersama Bajus, lelaki yang berusaha ia cintai. Ketika hampir berhasil ia mengalihkan pandangan dari Rasus, ternyata Bajus menghianati Srintil dengan menjualnya pada seorang mandor dan menuduh Srintil adalah bagian dari PKI. Srinti, ronggeng, dan jiwa sehatnya telah hilang.

2.2    Novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini

·         Sinopsis
Cerita bermula ketika Luh Sekar berobsesi menjadi seorang yang berdrajat tinggi, dan untuk memnuhi obsesinya itu, dia melakukan banyak cara. Luh Sekar terlalu mengagungkan nilai-nilai kebangsawanan, dia berfikir menjadi bagian dari keluarga besar “griya” drajatnya lebih tinggi.
Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, Luh Sekar tidak hanya harus meninggalkan keluarga dan kebiasaan-kebiasaannya. Selain berganti nama menjadi Jero Kenanga, dia harus juga meninggalkan semua yang pernah membesarkannya.
Setelah Jero Kenangan menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, maka lahirlah Ida Ayu Telaga Pidada. Ida Ayu Telaga Pidada adalah seorang penari yang tidak terkalahkan. Ida Ayu Telaga Pidada kemudian menikah dengan Wayan Sasmitha yang seorang sudra, pernikahan itu dilarang. Karena dianggap menimbulkan malapetaka. Dan dari pernikahan itu Telaga melahirkan Luh Sari.
Ketika Wayan Sasmitha meninggal, hal ini dianggap sebagai malapetaka yang ditimbulkan dari pernikahan campuran. Dan malapetaka itu akan hilang jika Telaga melakukan upacara “patiwangi”, upacara penanggalan gelar kebangsawanan. Setelah upacara itu, dilangsungkan Telaga menjadi wanita sudra seutuhnya.

·         Kedudukan Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini
Dalam kegemerlapan kehidupan di Bali, tedapat  suatu adat yang sidegang teguh masyarakat Bali hingga sekarang, yaitu kasta atau kelas sosial. Kasta memiliki empat tingkat, mulai dari sudra sebagai kasta terendah sampai kasta brahmana sebagai kasta tertinggi di Bali. Tentu saja kasta dalam kehidupanya mempengaruhi kehidupan masyarakatnya mulai dari segi sosial maupun adat. Sudahlah jelas, kasta tertinggi akan mendapat tempat di mata masyarakat dan sebaliknya. Oka Rusmini menguak tentang semua keberadaan kasta di Bali secara berlebihan. Oka Rusmini juga menjadikan perempuan sebagai objek penggambaranya karena menurutnya wanita merupakan objek yang paling cocok dan menjadi syarat utama akan kehidupan nyata mereka, dan dapat mengetuk hati pembaca agar tahu dibalik keindahan dan kemeriahan Pulau Bali terdapat adat yang sungguh menyakitkan. Tidak hanya dari kasta sudra yang menderita, perempuan dari kasta brahmana pun bisa menderita, bahkan dianggap pembawa petaka. Telaga adalah potret gambaran perempuan kasta brahmana di Bali yang kaya dan paling sempurna. Dialah korban kebudayaanya sendiri, Telaga menjalani hidup dengan lapang dada. Dalam kenyataanya, pria atau wanita bukan ditentukan dari segi biologis ketika mareka lahir melainkan dari hukum adat yang mengikatnya. Jadi, sesungguhnya dapat kita simpulkan bahwa perempuan-perempuan di Bali sangat kuat dalam menghadapi segala cobaan yang datang menghampirinya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar